Selasa, 22 Februari 2011

Indonesian Novel Series (parted) - Triangle Love

©    The Triangle Love
Aku membuat janji dengan Thalita dan Sherile karena kurasa aku menjauhi mereka selama beberapa waktu terakhir ini, seperti anak barang lepas dari teman-temannya. Aku menjemput mereka berdua karena aku yang meminta mereka. Merekapun mau tapi agak tergesa-gesa.
Aku menyapa merea dengan hangat dan mereka membalas satu hal kusesali, aku mengkhianati dan menghancurkan perlahan-lahan persahabatan yang telah kubangun 4 tahun yang lalu. Aku mulai pembicaraan, dengan bertanya kepada mereka keadaan mereka sekarang dan balasnya cukup singkat, lalu dilanjutkan dengan keheningan seperti di pantai saat tengah malam. Pada akhirnya aku mengakui aku salah dan aku menepikan mobilku dan aku berbicara kepada mereka ada sesuatu yang aneh dalam diriku, yang aku sendiri tak tahu sampai sekarang dan yang mengubahku hingga seperti ini. Tentunya aku mengakhiri segalanya dengan permintaan maaf, karena tanpa mereka juga hancur berlebur lah hidupku semasa SMP. Mereka memaafkanku, saat aku menangis menceritakan itu semua, kulihat mereka juga bersedih. Lalu aku melanjutkan perjalanku. Di tengah perjalanan aku memulai joke, mendekati dan memperbaiki hubunganku dengan mereka yang seolah berlian pecah berkeping-keping. Sepertinya semua kembali semula, meski tidak se-perfect semula, samil merencanakan apa yang akan kami lakukan nanti, sepertinya menyenangkan. Saat itu wajahku tak terdefinisikan, perasaan apa yang ad di hatiku. Semuanya bercampur. Antara senang, tapi gelisah dan sedih tapi tertawa.
Sesampai di cafe, kita segera mengorder coffee dan cookies untuk snack di cafe sekaligus makan siang ringan. Aku memulai pembicaraan dengan menyuruh mereka minum dan memberitahu mereka kalau cafe ini baru dipasang router wi-fi baru. Mereka mencoba free wi-fi dengan handphone mereka dan sepertinya mereka asyik saja menatap layar handphone mereka yang cerah, tak secerah hatiku saat itu. Aku benar-benar bingung saat itu, bagaimana untuk memulai pembicaraan tersebut. Aku membuka mulut dan mengawalinya dengan batuk yang cukup keras seolah aku sakit. Beberapa orang melihatku, tapi aku tak peduli dan memanggil mereka berdua untuk aku ajak bicara. Betapa meneganggkan, membuat wajahku pucat. Aku menceritakan kisahku, awal masuk SMA, hingga aku menjadi orang yang sangat aneh. Aku mendetail lagi saat kisah dan moment dimana aku mengungkapkan perasaanku yang tidak benar dan akupun tak tahu apa alasannya. Mereka temanku yang mengertiku selama 4 tahun, tapi baru kali ini aku menjauhkan diriku. Disana aku tak bisa melihat mata mereka secara berani, aku hanya merunduk dan menceritakan semuanya. Sebenarnya aku sendiripun tak tahu apa yang terjadi dan aku hampir menjatuhkan butiran air mataku ke lantai, untung saja mereka tidak melihatku. Tapi aku tahu, mereka benar-benar teman yang baik, terbaik bagiku. Mereka mendengar semua yang aku ceritakan, ketidak sadaranku saat itu. Tidak hanya itu, mereka berhasil menenangkanku, aku seakan dilepaskan dari cengkraman monster dari Lucifer. Tapi itu hanya imajinasiku dan aku yakin tidak ada benarnya.
Sesudah aku bercertia semuanya, hingga wajahku memerah, dan mataku basah, aku memesan lagi hot frappucino sebelum meninggalkan cafe itu. Setelah itu kami bertiga segera meninggalkan cafe karena masih harus bekerja kelompok, membeli bahan, dan makan siang. Tak kusangka sesuatu terjadi dan itu mengejutkanku, masih melekat di otakku. Aku melihat Michael dengan seorang cewek dan mungkin saja itu pacarnya. Yang lebih mengagetkannya lagi, kulitnya tidak seputih waktu ia menggendongku saat di orientation awal SMA.
          “Thal... Liat dong, itu sapa? Pasti taukan?” tanyaku yakin.
          “HAH?! Aku tau sapa dia!” balas Sherile terkaget-kaget dengan sedikit lebay.
          “Oh... I-iya... Aku juga.. Kulitnya a-aneh...” kata Thalita juga kaget dengan suaranya terpatah-patah.
Akhirnya aku memutuskan untuk menyerahkan semua catatan belanja dan uang ke mereka berdua, sedangkan aku yang mengawasinya dari jarak yang cukup jauh. Mereka berdua tidak melakukan hal yang aneh-aneh, sedangkan perasaanku semakin gugup. Wajahku mulai memucat lagi dan berkeringat tipis, detak jantungku berdetak semakin cepat. Aku menyadari ada sesuatu yang aneh darinya dan aku benar-benar ingin tahu siapa dia dan apa yagng terjadi dengannya. Aku sempat melihat wajahnya saat ia melalui toko “Precios Jewel” yang menjual berbagai macam perhiasan. Tapi saat aku melihat wajahnya dari kaca, dia juga melihatku dari kaca sambil mengedipkan mata kanannya. Aku shock, kaget, dan mulai gugup. Aku dengan cepat membuang muka dan berhenti mengikuti mereka. Aku memutuskan untuk menyapanya, dengan menjawil lengan kirinya yang berotot karena lengan kanannya digandeng silang oleh cewek yang kukira pacarnya itu.
          “Hai!” sapaku sambil menjawil lengan kiri Michael.
          “Oh.. Hai!” balasnya. Aku memandangi lengannya dan ada serbuk-serbuk emas yang berjatuhan.
          “Apa itu?” tanyaku sangat kaget.
          “Itu mungkin serpihan keringat yang mengering” balasnya yakin.
“Oh... Dan itu sapa?” tanyaku sekali lagi, melihat kearah cewek yang kukira pacarnya. Ia sedan terfokus memandangi handphonenya.
“Ah... Iya, aku lupa... Ini mantan pacarku dan sekarang kami sudah kembali. Kenalin, namanya Jocellynne” katanya sambil menyuruh Jocellynne menyalamiku.
“Kau tak pernah mengatakannya padaku dengan alasan inilah mengapa aku mengungkapkan perasaanku padamu. Tapi kau berbohong” balasku memasang wajah yang sedikit jengkel itambah dengan butiran keringat dan air mata.
Semua dugaanku benar dan tak kusangka ia membohongiku. Tapi tak apalah, wajahnya yang tampan sempurna tak mengubah segalanya. Kekuatan matanya yang berwarna buru keunguan tak menahanku mengungkapkan kejujuran di depan wanita itu dan aku masih ingin tahu, tentang kulit putih pucarnya dan coklat manis tadi. Tapi semuanya sudah terlambat. Michael mengejar Jocellynne yang kukenal barusan tadi, sepertinya ia marah dan hubungan mereka akan hancur seketika. Tapi tak apalah, demi pelampiasan kecurigaan dan kejengkelan yang selama ini pernah sempat kurasakan, untuk pria playboy yang dikenal tampan, teladan dan setia. Aku muak mendengarkan semua itu dan aku pula yang menhancurkannya. Aku berusaha menenangkan kemarahan mereka berdua, tapi aku kehilangan jejak dan itu semua yang bisa kulakukan, untuk menutupi semuanya. Beberapa saat kemudian handphoneku berdering, Thalita menelfonku, semua telah lengkap dan kami pulang dengan naik mobilku dan pada saat berada di mobil, aku sambil menyetir menceritakan semuanya kepada mereka berdua, dengan singkat tentunya karena aku yang mengemudi.
          “Hei... Gimana tadi kalian?” tanyaku gembira.
          “Haha... Kita baik-baik aja nih kelihatannya...” balas Sherile memberikan uang dan bonnya.
          “Kau gimana, Jo?” tanya Thalita.
          “Aku biasa. Tapi ada sesuatu yang hebat. Cewek itu benar pacarnya, sebenarnya mantan sih tapi mereka udah baikan” balasku.
          “Dugaan kita benar!” balas Sherile sedikit tertawa dengan giginya yang putih.
          “Lalu gimana?” tanya Thalita.
          “Lalu, aku mengancurkannya dengan bertanya kalau dia tak pernah mengakuinya dan Jocellynne lari, Michael mengejarnya untuk menejelaskan. Haha...” balasku sedikit tertawa.
Aku menceritakan semuanya secara singkat dan akhirnya sampai pada rumah Thalita. Lalu aku melanjutkan perjalananku pulang hingga ke rumah. Matahari sudah mulai terbenam dan akupun mulai mengantuk. Sepanjang perjalanan aku merasa diriku sedikit aneh dan kejadian yang di kelas pada hari pertama terjadi dan akupun mulai takut. Suara-suara memanggil namaku, tubuhku berubah suhu panas dingin dengan kecepatan yang ‘non-sense’. Aku hanya berusaha untuk membiasakan itu dengan menyalakan radio lagu barat kesukaanku dan mendinginkan AC mobilku yang sudah sedikit tidak berfungsi. Tapi cara itu benar-benar tidak berefek banyak bagku. Aku memutuskan untuk berhenti sebentar, ke cafe terdekat untuk minum kopi. Saat itu aku melihat segalanya aneh, termasuk cafe itu. Orang-orang di dalamnya juga aneh dan aku merasa ak sedang berhasulinasi ringan. Aku mulai mengorder kopi hangat. Lalu kubawa ke mejaku dan kuminum sedikit demi sedikit. Bukannya aku lebih semangat dan menjadi bangun, malah aku bertambah pusing. Saat keadaanku yang serba tidak sadar dengan refleks aku menumpahkan cangkir kopi tersebut dan aku segera menopang kepalaku yang benar-benar sakit.  Dalam keadaanku yang benar-benar tak sadar, tak tahu tempat dan waktu. Tiba-tiba aku melihat Michael dengan kulitnya yang berganti menjadi putih lagi saat pertama kumelihatnya. Sepertinya ia marah atas apa yang telah kulakukan padanya, yang menghancurkan hubungannya dengan pacarnya. Matanya memerah dan ia mengenakan kostum hitam, panjang, seperti iblis juga dilengkapi tongkat berujung 3 yang kukir pembersih sampah selokan.
Pada akhirnya aku tahu dia benar-benar menghantuiku hingga aku menjadi sangat aneh, sama saat pertama kali masuk SMA. Tapi itu hanyalah halusinasi yang aku percaya tak jauh dari kenyataan. Pembersih cafe membangunkanku dan aku tersadar saat itu juga. Kepalaku tetap pusing, wajahku putih kemerah-merahan. Aku telah menyatakan perasaanku padanya, tapi itu bukanlah sesuatu yang benar, aku tahu aku bukanlah apa-apa baginya dan aku hanya perusak hubungan mereka. Cinta segitiga yang berakhir sangat tragis.

Novel Series (parted) - The Strange

©  The Strange
“Cinta yang abadi”. Ya, sebuah frase yang cukup singkat, yang kupunya dan yang sedang kucari juga yang dicari oleh para remaja. Aku tahu itu, dan tak mudah mendapatkanya. Seakan-akan cinta abadi itu hanya milik Cinderella dalam dongeng. Pikiran itu selintas datang seakan petir di siang hari, bertepatan saat ayahku mengantarku ke bandara untuk sebuah homestay dan study tour. Pengalaman yang kurang pantas untuk dibilang mengesankan, melainkan menyakitkan. Semua itu berawal dari hancurnya hubunganku yang menghasilkan sakit dan tangis, yang membuat kedua orang tuaku jengkel dan membawaku kesini. Liburan yang paling menyakitkan bagiku. Hanyalah bagiku pada akhirnya kutahu tak ada cinta yang abadi dan akupun yakin aku tak punya itu. Memang benar saat di negeri sebrang sangat menyenangkan tanpa orang tua dan hanyalah ada duri yang menancap dihatiku sehingga tak ada yang enak bagiku. Untung saja aku hanya bertahan 7 hari 6 malam disana, dengan menulis diary ini.
Sisa liburanku hanyalah sebanyak waktu satu minggu, yang dipenuhi dengan keheningan. Namun tangis dan tangis sedihku menyedihkan. Tak sabar menanti liburan yang akan usai, bertemu teman yang dapat kucurhati. Hanyalah sebuah wajah yang tak ingin kulihat dan ingin kutampar karena perlakuan brengseknya padaku.
Kedua orang tuaku jarang mengurusiku, aku tinggal dengan seorang kakak laki-laki yang cukup tampan menurutku, hanyalah sikap cueknya seperti tak menganggapku ada. Tapi setidaknya itu jauh lebih baik, daripada tidak ada orang lain sama sekali. HAMPA. Terkadang aku merasa benar-benar kesepian tanpanya. Tapi disisi lain aku menyesal, berhubungan dengannya, menatap mata birunya, mencium wajahnya yang tampan dan sempurna. Memory terindahku bersamanya. Tak terasa seminggu sudah dan liburan benar-benar usai habis tak tersisa. Banyak cerita cinta SMA yang telah kualami dan semuanya pahit penuh tangis dan kecewa. Hari pertama sangat mengesankan bagiku, tak dapat kulukiskan dengan kata-kata, namun moment selalu lebih indah dari hanya sebuah cerita. Thalita dan Sherileyang merupakan sahabatku mulai SMP. Mereka tetap berlanjut dan sekelas denganku. Akhirnya para guru bersikap perngertian.
Biasanyakan guru-guru memisahkan sahabat-sahabat dengan kelas berbeda.
          “Hi Jo, kita sekelas lho!” sapa Thalita kepadaku dengan senyuman hangat.
          “Hi Thal... Iya aku udah tau kok...” balasku singkat dengan tatapan mata tampak lelah.
          “Jo, kamu baik-baik ajakan?” tanya Sherile sedikit khawatir.
          “Hmmm... I-iya aku  baik-baik aja kok. Masuk yuk...” balasku agak bimbang dan mengalihkan perhatian.
Bel masuk hari pertama MOS berbunyi dan kita semua masuk. Cukup banyak anak bary, api kupandang wajah mereka tak menyimpang sebuah perasaan cinta yang tulus. Tiba-tiba Mr. Max datang, sebelumnya aku benar tak tahu siapa dia. Kupandangi wajahnya mulus, bersinar dan tampan sempurna. Matanya biru laut membuatnya calm dengan rambutnya yang berjambul. Berpakaian formal, berdasi, dan rapi. Tampaknya dia sadis, tapi aku tak dapat berhenti memandanginya. Sepertinya dia guru baru dan utahu ada sesuatu didalam dirinya. Kurasa cinta itu mulai terasa. Bolehkan murid cinta sama gurunya sendiri? Thalita mengagetiku , karena aku terlihat terlalu serius memperhatikannya, sepert cinta bukan main. Tak apalah, setidaknya aku tak melanjutkan khayalan konyol ini. Pertama-tama Mr. Max menjelaskan apa yang akan kita lakukan hari ini. Aku sebisa mungkin melihat dan memperhatikannya tanpa jatuh dalam pandangan cinta. Suaranya lantang keras, gagah dan berani. Terlihat guru laki-laki yang sadis. Tapi terkesan guru laki-laki ganteng yang sadis, menurutku dan beberapa teman baru lainnya. Ya, mungkin seperti cabe pedas yang sangat lezat. Yang pertama harus kita lakukan adalah memintai tanda tangan anggora OSIS yang merupakan pembimbing kita, Michael kelas 12 yang disebut senior kita, kelas 10. Hari pertama MOS benar-benar tak terduga dan ternyata aku main pandang dengannya. Wajahku memerah dan hanya bisa menunduk melihat sepanjang sepatu converse yang kupakai. Mulutku terbungkam kaku, speechless. Michaelpun tak dapat lanjut melihat wajahku, ia berpaling pandangan, disaat menjelaskan sesuatu. Aduh! Ada apa sih denganku hari ini? Kegiatan MOS hari itu berjalan lancar, tapi hanya sampai pada Thalita melakukan. Selanjutnya aku, tanganku berkeringat dan kakiku dingin seakan bakalan ada banjir lokal. Disaat mau melangkah menginjak jaring-jaring, aku terpeleset dan berteriak kencang. Dan tentu saja Michael menolongku dengan menahan aku sehingga aku masih hidup sampai sekarang. Aku jatuh tepat di pelukannya, lengannya yang besar dan berotot memegang dan menggendongku, serta kami beradu pandang untuk yang kedua kalinya. Wangi parfumnya benar-benar membuatku terpesona baunya segar membuatku tak mampu melepaskan diriku darinya. Tapi yang mengalihkan pandangan terlebih dahulu aku, sehngga ia segera membiarkanku duduk. Ya, kesimpulannya semua lancar, kecuali jantungku yang deg-degan.
          “Jo... Kamu gak kenapa-kenapa kan?’’ tanyanya penuh perhatian menatapku.
          “Hmmm... Mata aku kelilipan...” aku menjawab seadanya dan baru kusadari jawabanku tak masuk akal, hanya ingin bersamanya. “Haha... Ya udah aku tiupin dulu sini...” kedua jarinya segera membuka mataku dan meniup mataku.
Tak dapat kubayangkan bila itu terjadi, romantis sekali dan elegan. Teman sekelompokku pada bersorak menjodoh-jodohkan dan menfoto keadaan itu. Tentu saja aku mengelak dan meminta untuk menghapus foto itu setelah sempat kejar mengejar. Wajahku memerah kembali lebih dari sebelumnya, walaupun sebenarnya dalam hatiku senang. Jaim gitu lho! Michael hanya berdiri santai memandangiku dengan senyumnya yang memikat dan karena kecelakaan itu, kamu tak perlu melanjutkan aktifitas karena ada kesalahan pada tali temali yang dibuatnya.
Jam makan siangpun telah tiba dan kamu dipaksa makan semeja dengan teman-teman baru. Tak ada angin tak ada hujan, aku bersebelahan dengannya. Jodoh, mungkin. Tampaknya dia antusias menanyakan apa makananku. Rasanya kalao dipikir beberapa kali lipat reanya sungguh tak penting semua pertanyaannya. Tapi tak apalah daripada semua berdiaman. Aku sebenarnya senang kalalu dia perhatian begitu. Sesuai ‘five-days-orientation’ yang mengesankan itu rasanya ada sesuatu yang hilang dariku, ada yang berbeda dan aneh... Tapi ada yang datang seakan-akan jiwaku berpergian untuk liburan selama sehari. Aku senang, aku sedih, aku tertawa, aku menangis. Semua itu kualami, dari hatiku terdalam yang tak pernah kutampakkan sebenarnya. Sesuatu yang hilang adalah sebagian dari kesedihanku dan kehancuran perasaanku dan yang kembali yaitu sebuah perasaan yang pada awalnya kutak tahu apa itu. Yang kuyakin itulah namanya cinta, tapi benar bukan yang kurasakan. Hari pertama sekolah tak seburuk yang kubayangkan. Pikiranku ke ‘five-days-orientation’ dan harus kuakui, aku menginginkannya. Dua orang pria, perhatian, cinta dan kasih sayang yang kurasakan nggak wajar, tapi itu yang kurasakan. Wajahku benar-benar terlihat seperti periang dengan beberapa tetes keringat saat pelajaran Sejarah yang membosankan. Semua berlalu cukup cepat disaat kumemikirkannya. Tak terasa sudah jam istirahat dan aku berjalan dengan Thalita dan Sherile. Mereka berdua berbincang santai sedangkan aku sibuk dengan handphoneku, mencoba membuka sebuah jaringan sosial dari handphone dan tanpa sadar kepalaku membentur keras tepat di dada salah satu pria yang kupikirkan tadi. Ya betul, berambut tumpeng, berotot besar, dan kekar yaitu Michael.
          “Ash...” sentaknya reflek.
          “Aww!” aku berteriak sambil memegang tulang tengkorakku. “Maaf ya... Aku benar-benar tak melihatmu...” aku meminta maaf dengan ekspresi lemas sambil mengelus-ngelus dadanya dan menanyakan “Kao baik-baik sajakan?”
          “Tak sepantasnya kau bertanya seperti itu padaku. Kepalaku jauh lebih sakit bila menabrak dadaku. Kamu gak kenapa-napakan?” balasnya lembut dengan mulut yang tersenyum lebar dan ia membelai rambutku.
          “Ya...” aku menunduk malu, wajahku memerah dan mataku tak berani menatap wajahnya yang sempurna dan matanya yang bersinar. Aku benar-benar malu.
          “Kau yakin? Apa aku perlu membawamu ke kliniik? Jangan kuatirkan dadaku...” katanya sekali lagi.
          “Ya... Aku tak apa... Maaf sekali lagi ya...” aku melihat dadanya saja tak berani melihat matanya dan aku meninggalkannya.
Sherile dan Thalita melihat kami berdua dan mereka tertawa kecil. Aku sedikit sensi pada mereka karena tadinya aku benar-benar salting di depannya. Sesampainya di kantin aku membeli makanan ringan, bolu coklat kesukaan adikku. Kubuka bungkusnya dan mulai kumakan. Tak kuinginkan tapi terjadi. Aku memikirkannya, dengan kejadian tadi dan kuingat sesuatu, terdapat sesuatu di dadanya, semacam kalung panjang dengan liontin yang aneh. Aku benar-benar penasaran apakah itu, tapi aku segera melanjutkan makanku dan berbincang-bincang melanjutkan pembicaraan yang tadi sempat terputus dengan Sherile dan Thalita.
Keesokan harinya, kelasku ada pelajaran Matematikan yang diajat guru kelasku sendiri, Mr. Max. Di pelajaran pertamanya ia terlihat tegang dengan raut wajahnya yang berkeringat tipis dengan alisnya yang kebawah. Menarik dan ‘cute’ wajahnya menurutku dan bagi temanku dia jelek seperti  seorang mahasiswa culun, dan bukan seorang guru. Ia memperkenalkan tentang dirinya sambil berjalan mengelilingi kelas sambil melihat-lihat wajah kami yang masih polos namum berpikiran macam-macam. Tak kusangka ia berhenti tepat disebelah mejaku dan ia mengaku kalau dia bilang kalimat terakhir serasa sesuatu menusuk di telingaku dan menghancurkan hatiku. Wajahku memucat dan lemas. Aku tak tahu pertanda apakah ini dan yang pasti aku tak punya perasaan sedikitpun dengannya. Hari itu diisi dengan sebuah misteri bagiku, kalung di dada Michael dan hubungan perasaanku dengannya.
Pulang sekolah aku pergi ke cafe biasa dengan Thalita dan Sherile untuk kuajak cerita dan bertukar pikiran tentang hal yang tadi. Mereka bilang aku cinta dia, tapi aneh aku juga punya perasaan dengan Michael. Sebuah cerita SMA yang sangat –sangat aneh. Malam harinya aku berpikir cukup lama, sambil membuka twitter untuk berkoneksi dengan teman-teman. Aku tak dapat tidur seperti sebelumnya, kira-kira 6 jam. Tapi untuk hari ini, aku tidur cukup 4 jam, menghabiskan waktu untuk memutuskan dan meikirkan rencana. Aku benar-benar merasa aneh dan janggal dengan semua itu.
Keesokan harinya, aku sampai di sekolah dan sudah disambut dengan Mr. Max yang tersenyum hangat padaku dan kurasa ini adalah
kesempatan emas.
          “Eh.. Mr, aku ingin bicara nanti, kita ketemu di kelas aja ya, after lunch...” kataku padanya dengan nada sedikit gugup.
          “Iya... Kira-kira jam 12.45 kan? Saya nanti kesini.” Balas Mr. Max santai.
Aku telah membuat janji dengan pria ini dan kurasa pria satunya juga harus kubuat janji dengannya. Pagi-pagi aku berlari mencarinya dan dia memegang tanganku erat saat aku berlari melewatinya. Aku kaget dan gugup untuk melihat kebelakang. Perlahan kugerakkan kepalaku degan mata tertutup dan butiran keringat tipis.
“Mencariku? Haha...” sapanya sambil tersenyum dan tertawa. Tangannya masih memgangku erat. Perlah-lahan aku membuka mataku karena aku rasa aku kenal dia.
          “HA?!” aku berteriak pelan, seolah over-shock. “Bagaimana kau tahu?” aku menanyainya dengan nada tinggi dan mata terbuka lebar setelah menutup, seakan aku kaget dan pingin tahu sekali.
          “Santai dong... Ya udah, emang kenapa nyari aku?” balasnya sambil membelai rambut di poniku dan memeberiku tissue untuk mengusap keringat di pipiku.
          “Hmm... Aku mau ngomong ke kamu, jam 10.10 temui aku di cafetaria ya...” balasku tenang.
Saat itu juga aku meninggalkannya dengan pertanyaan yang misterius seolah tanda tanya seperti barbie ada di kepalaku. Kecurigaanku tentangnya bahwa ia orang misterius benar-benar semakin jelas dengan ia merahasiakan identitasnya. Pelajaran pertama adalah   Matematika dan aku benar tak berani menatap wajahnya sekalipun. Perasaanku bercampur aduk antara takut dan terburu-buru. Sesekali
aku mendengar seseorang memanggil namaku. Suaranya jernih, merdu dan terdengar sangat jelas hingga ke gendang telingaku. Aku melihat sekelilingku dan mereka sepertinya tidak ada yang memanggilku. Mereka semua terus mengerjakan ulangan dan aku benar-benar tak mengenal suara itu. Terdengar seperti suara cowok, tapi terlalu tinggi dan kalaupun suara cewek, tidak ada di kelasku yang seperti itu. Suara itu terdengar sekali lagi dan semakin jelas, tetapi anehnya tak ada yang meresponi. Aku mencoba untuk tenang dan melanjutkan ulangan, hingga pelajaran selesai. Aku bingung dengan keadaanku dan perasaank yang gugup, tubuhku menghangat dan wajahku sedikit memucat. Tapi aku tak mau banyak ambil waktu untuk memikirkan itu karena aku harus tampil ‘fine’ dengan kedua pria itu.
Selesai pelajaran adalah waktu istirahat dan aku segera ke cafetaria, tanpa Sherile dan Thalita untuk menemui Michael. Aku meng-order dua cangkir kopi panas dengan creamer, kesukaanku dan kesukaannya. Dia datang 5 menit terlambat dan aku memulai pembicaraanku.
          “Hai... Kukira kau tak datang. Duduklah, aku menyiapkan secangkir kopi creamer untukmu.” Seapaku membka pembicaraan dengan senuman hangat, sehangat kopi itu.
          “Thanks... Maaf tadi gurunya dismissed kita agak terlambat. Tak mungking aku melanggar janjiku padamu.” Balasnya dengan suasana yang lembut mempesonaku dan sepertinya aku kenal suara itu dan benar suara yang kudengar di kelas tadi.
          “Ehm... Iya, thanks...” balasku sedikit gugup melihat ke bawah. Aku mencoba berpikir dan mengingat tadi.
“Lalu, apa yang ingin kao bicarakan padaku?” tanyanya penasaran.
“Aku hanya ingin mengungkapkan perasaanku, bukan karena aku cewek murahan tapi aku hanya ingin kau tahu kalau aku punya perasaan dengamu..” balasku membuka mulutku perlahan.
“Aku tahu itu. Aku sudah menduga sebelumnya dari raut wajahmu” balasnya.
“Bagaimana kau tahu?! Kurasa tak ada yang kau tak tahu” balasku sedikit jengkel.
“Aku bilang aku tahu dari raut wajahmu!” balasnya dengan nada tinggi sambil meminum kopi.
“Maaf, tapi kau tak menganggapk murahankan?” balasku halus.
“Ya...” balasnya singkat dengan senyuman lebar.
Selanjutnya kami berpisah. Aku segera pergi ke kelas untuk melanjutkan pelajaran dan untung saja masih belum terlambat. Di kelas aku masih tak melupakan benar peristiwa tadi. Mataku berkaca-kaca setelah menangis mengingat tadi. Aku tak mencintainya bahan aku tak punya sedikitpun perasaan kepadanya, tapi aku mengaku sesuatu yang tidak benar dalam diriku. Aku tak tahu bagaimana aku bisa seperti aku yang sekarang, pendiam, pemalu, dan misterius. Aku sedih untuk menyadarinya. Pelajaran dimulai dan aku segera mengusap mataku yang basah, berusaha untuk fokus ke pelajaran dan melupakannya. Tapi pada kenyataanya pikiran itu masih melekat dipikiranku. Aku menyesal mengapa aku melakukan sesuatu yang sangat munafik, padahal aku tak pernah melakukan sesuatu yang sadis dan rencana-rencana busuk. Aku seperti dibisiki oleh malaikat dan setan. Tapi aku melupakannya segera dengan sebuah tugas yang menyenangkan. Siangnya aku tak lagi bersama-sama dengan Thalita dan Sherile, hubunganku benar-benar menjauh dengan mereka dan itulah semua yang kutahu. Aku tetap tinggal di kelas menunggu Mr. Max atas janjiku, pukul 12.45. tapi ia datang sebelum 12.45. penampilannya mempesona dan mengagumkan, menggunakan jam tangan dan blazer kerjanya. Seorang yang professional.
          “Hi...” sapanya lembut sambil membetulkan dasinya.
          “Oh.. Hi, Mr...” balasku sedikit lemas.
          “Jadi apa yang mau kamu katakan? Kamu sakit? Matamu berkaca-kaca...” katanya terlihat serius dan to the point.
          “Ehm... Nggak kok” balasku mengusap mataku. “Hanyalah... Hanyalah sedikit lelah” lanjutku. “Jadi begini aku benar-benar terpesona dengan anda, Mr. Aku suka dengan penampilan fisik anda juga, Mr dan terlebih lagi. Aku punya perasaan dengan anda, Mr!” kataku.
          “Haha... Thanks for that..” ia membalas singkat dengan tertawa kecil.
Aku tak tahu harus bilang apa. Di rumah aku benar-benar speechless, aku menangis di depan kaca. Aku tak tahu apakah yang sebetulnya terjadi padaku. Dunia bukanlah duniaku lagi.
Perasaan yang terungkapkan, ya. Perasaan ‘bullshit’ yang terungkapkan.

Novel Series (parted) - Prologue

©  Prologue
Aku tak pernah memikirkan kehidupanku selanjutnya dari Middle School. Yang kutahu hanya cinta dan kebahagiaan. Hubungan percintaanku terakhir kali tak jauh dari kekecewaan dan tangisan sakit hati. Guruku pernah bilang, hidup penuh pilihan dan bila kamu tak tahu itu berarti kamu memilih untuk tidak memilih. Kedua orang tuaku mempunyai kesibukan luar biasa dan seorang saudara kandungku, kakak laki-laki yang cukup brengsek. Kehidupanku seperti orang anak tanpa kehadiran dari orang tua dan besar tanpa kasih dan sayang. Kehidupan percintaanku menuai sebuah titik kehancuran dan banyak hal yang tak orang lain dapat alami yang kualami, the Bad Romance.

Senin, 14 Februari 2011

Short Story(ies) series - the brightest star (part 1)

The Brightest Star
By; MarvelousJW
"Being excellent is a thing, but being marvellous in the middle of the marvellous people is everything."
-MarvelousJW


Edward is a new students in a huge high school. His dad moved to Europe for a brighter work and future for his family, include Edward and his bigger brother, Edmund. They live by 3, Edward and Edmund's dad, Stefan Jones divorce with their mom Melly Jones. Well, actually it's not so easy when teenagers as their age live without any mother. but the strange one, why does Edmund and Edward lives with their dad? Oh yes! Their mom loves them so much; she doesn't do any work, hence she gave them to their dad, who works as businessman as well, for a bright future.

Edward sometimes bullied by his new friends. Some girls hate him, till they abuse him without any feelings of wrongs. And some boys even do the unbelieveable things to him. Well, it's his life and he should be thankful of it. Although in his very hard situation at school, still some teenagers with their heart of gold make friends with him. One of them, Julia Rose, the smartest girl in High School, at math. And the rest are as usual; Nicholas Andrew and one more girl, Jessica Phillips. Well, in fact they have been friends since the day the three of them met Edward and saw him bullied.

Some facts are gathered, and here they are; Edward sometimes bullied in PE time, boys opens the door of the toilet when Edward still in nude and some girls see him then shout with some mocking laugh. And the girls? they sometimes make fun of him, such attacking his vitality organ till he shouts hurt badly. well, maybe you can laugh but it is the usual condition in High School, and they do it just for fun.

Edward never complains, even in the hardest situation. Maybe he only tells his friends about it, but not teacher or even parents. life seems hard for him, but he always have a way to solve out all his problems, without doing revenge. You may say this story's useless, fake or even trash but you never know life never gives clue or decision before, also how much my tears on this.

One day he tells Julia, Nico and Jess, about his feelings to someone who he loves in the class. A beautiful enough girl called Monique hates him so much, but what the hell he says that he loves her! three of them shocks. Well, love's unpredictable and unbelieveable, and always we have to believe what have happened. Just then Edward wants to express and admit the love feelings of him to her and plans that he will do it this valentine's day. three of them even more surprised of what he say. but well, they believe it!

to be continued.. sorry I've to sleep..
once again, Happy Valentine's Day!

The 10 Quotes in a Post! - 3rd series

"Being excellent is a thing, but being marvellous in the middle of the marvellous people is everything."
-MarvelousJW


1.
Saying NO to something is actually much more powerful than saying YES
-Tom Hanks

2.
The best way to get people to learn is to turn them into teachers! You learn the material best when you teach it.
-Dr. Walter

3.
When we watch a great musician or top athlete in action, we see a performance that may take only a few minutes. what we don't see is the hours of prespiration and preparation that enable him or her become great.
-unknown
 


5.
Discoveries are often made by following instructions, by going off the main road, by trying the untried.
-Frank Tyger

6.
Destiny is not a matter of chance, it is a matter of choice; it is not a thing to be waited for, it is a thing to be achieved!
-William J. Bryan

7.
DO NOT wait for the best idea! implement the better idea; still better and the best will follow.
-MarvelousJW

8.
It is the idea that STARTS the money and NOT the money that starts the idea!
-MarvelousJW
9.
Goals determined what your're going to be!
-Julius Erving

10.
There's NOTHING absolutely big happens, which is NOT reach or achieved by anthusiasm
-Ralph Waldo Emerson
4.
Genious is 1 percent of inspirationand 99 percent of prespiration. there is no substitute for hardwork!
-Thomas Edison

WTH Valentine's day?

well..
Blogging this night, 14 February 2011
for only saying
HAPPY 'FUCK'LENTINE'S DAY!

oh sorry!
i mean
HAPPY FATLENTINE'S DAY!
fat cause of too much chocolate isn't it?

what?!
oh I see i make mistake again!
here we go!

HAPPY VALENTINE'S DAY!
the day with love, symbolized with chocolate, roses, and heart.

many people around the world don't know what does it mean,
don't care what and when it is,
or even don't know at all about this..
well,
no problems i think, but this event has only once in a year.
therefore, why not we celebrate it for only a day in every year, as we can feel love?
what your friends say usually hide what your ear wants to hear, the sound of your heart.

it is not the matter about how many roses or chocolate do you get?
or maybe how much the chocolate cost?
well,
easy..
just think about it for a while
here it is..
chocolate doesn't give anything, it only gives the tastes of your mouth sweet for a while.
roses doesn't live forever (except the fake one), but it doesn't mean anything,
it only symbolized love.
money cannot save your life, it's about money to live, not live for money.

yeah i know what fucklentine's day means, and i feel it.
and valentine's day sometimes means the (S)ingle (A)warding (D)ay!
therefore we say it is just fucklentine's day, cause we don't have boy/girlfriend(s)
well,
valentine's doesn't mean that kind of thing
it means a lot,
by loving of friendship
or maybe love that have been prooved today,
by giving chocolate or roses.

i know life's hard,
life's unfair
life gives everything you don't want
or even what you want, just like temptation.

just know yourself,
in this valentine's day
when you think no one loves you
(like i did now)
your parents are not even care about you
your friends are only fake
your teachers break everything you have inside you
but you still have at least one in this world,
who really" love you
but you don't know who's s/he

but for sure you know
GOD LOVES YOU

so no more FUCKlentine's day
just say it
VALENTINE'S DAY

HAPPY VALENTINE'S DAY
God loves you, and so do i (who write this)

Sabtu, 12 Februari 2011

The History of Valentine's Day

The History of Valentine's Day

Valentine's day?
the day with love, with full of love.
each of us can feel it, i'm so sure

well, somehow it reminds us to the things we have done
does it hurt someone else? or it makes someone happy?
sometimes we don't consider of the enermous things in our life;
our ATTITUDE
attitude can be meant;
a LITTLE thing that can make a VERY BIG change.
so, don't just do the things that you think it is right.

well,
let's start with the history

Valentine's day,
is taken from the name St. Valentine
in Roman.
He's one of the three holy person at that time
who's died of love, on 14th February.
and now, it's celebrated as Valentine's day; the day of love.

somehow, at first it becomes the national day in Rome
and now it's celebrated informally there, also around the world
which that day represent forgiveness, relationship or anything else which is related to the kindness or love.
it's celebrated by giving post card with love forms,
or chocolate or maybe a rose, freshly red rose.
they're called "Greeting Card Association

and the facts proof that 85% of the greeting cards are given by the women
to the man, or to their boyfriend "romantically"
well, it's the biggest celebration after Christmas day..

"Love to Live, Live to Love.."
Happy Valentine's day..
I love you :)